Jumat, 03 April 2015

On 16.02 by Purwo Sri Rejeki   No comments


FISIOLOGI LAKTASI
Purwo Sri Rejeki


PENDAHULUAN
Laktasi adalah kelengkapan fisiologis dan penyempurna dari sebuah siklus reproduksi. Seorang wanita akan sempurna bila dalam siklus hidupnya mengalami ovulasi, menstruasi, kehamilan, melahirkan dan disempurnakan dengan menyusui (laktasi). Selama masa kehamilan, payudara ibu berkembang dan disiapkan untuk mengambil alih peran nutrisi bayi dari placenta.
Payudara telah disiapkan untuk laktasi penuh sejak usia 16 minggu dari masa kehamilan tanpa ada intervensi aktif dari sang Ibu. Payudara dijaga agar tetap tidak aktif oleh suatu keseimbangan dari hormon yang bersifat menghambat produksi Air susu ibu (ASI).  Penghambatan ini akan menurun beberapa jam dan di hari awal setelah melahirkan. Payudara mulai mempunyai kemampuan memproduksi ASI sebagai akibat dari perubahan suasana hormonal dan rangsangan dari pengisapan oleh bayi yang baru saja lahir.
Pada bab ini akan kita ketahui bagaimana perkembangan kelenjar mama (payudara) pada saat masa laktasi, hormon yang berperan dan beberapa refleks fisiologis yang terjadi selama masa laktasi.

PERUBAHAN PAYUDARA PADA SAAT HAMIL
Perubahan hormonal selama masa kehamilan akan memicu perubahan pula pada payudara. Ukuran payudara akan bertambah besar yang berguna untuk bersiap memberikan ASI. Estrogen yang tinggi di masa kehamilan, akan berpengaruh terhadap proliferasi kelenjar yang merupakan saluran ASI, memperbanyak deposit lemak, air dan elektrolit. Jaringan ikat juga bertambah banyak dan miopitel di sekitar kelenjar payudara semakin membesar. Di samping Estrogen, peningkatan Progesteron juga didapatkan pada sepanjang masa kehamilan, di mana hormon ini  berperan dalam  maturasi kelenjar mamma.
Pembesaran payudara ini akan linier dengan usia kehamilan. Persiapa untuk masa laktasi semakin tampak dengan membesarnya ukuran payudara, menonjolnya puting susu serta pembuluh darah tampaklebih prominen, dan warna areola mammae makin hitam.
Pada usia kehamilan lima bulan lebih, pada beberapa ibu hamil ada yang mulai mengeluarkan cairan dari puting susu yang disebut kolostrum. Sekresi cairan ini disebabkan pengaruh hormon prolaktin kelenjar hipofise dan hormon laktogen dari plasenta. Produksi cairan ini  tidak berlebihan karena pada masa kehamilan, meski kadar prolaktin cukup tinggi pada tubuh seorang wanita, tetapi efek kerjanya di hambat oleh estrogen.
Pada masa ini dikatakan pada payudara mengalami fase persiapan Tahap I. Pada tahap ini terdapat perubahan sel epitel mammae menjadi laktosit dengan kemampuan untuk mensintesis unsur air susu yang unik seperti laktosa. Diperkirakan terdapat sel punca mammae karena kelenjar mammae selalu beregenerasi, sebuah sel tunggal memiliki kemampuan multipotensi, memperbarui diri dan dapat menghasilkan sebuah kelenjar susu yang fungsional. Di tahap ini kelenjar mama berkembang secara sufisien untuk menghasilkan air susu. Tahap ini dimulai pada pertengahan masa kehamilan (kira-kira minggu ke 16) yang dapat diidentifikasi dengan mengukur kadar laktosa plasma dan α-Lactalbumin
Hormon Progesteron yang sangat tinggi bahkan predominasi terhadap kadar Estrogen di dalam darah, dijaga oleh tubuh sampai dua minggu sebelum melahirkan. Kondisi ini menjamin keadaan rahim yang sesuai untuk janin, agar uterus tidak mudah berkontraksi dan kelahiran prematur dapat dicegah. Ketika mendekati masa kelahiran, maka kadar Estrogen akan membalap kadar Progesteron, sehingga uterus akan lebih peka terhadap rangsangan mekanik serta kepekaan terhadap oksitosin meningkat. Hormon oksitosin adalah hormon yang membuat rahim berkontraksi sehingga mempermudah pembukaan leher rahim, membantu pengeluaran janin dan plasenta. Hormon ini juga membantu proses involusi (kembalinya uterus ke ukuran sebelum hamil) seorang ibu pasca melahirkan. Ketika kadar Estrogen mendominasi Progesteron, maka pada saat ini inisiasi partus (melahirkan) sudah dimulai pada tubuh ibu dengan mulai terjadi his (kontraksi uterus) mulai intensitas yang rendah dan jarang ke arah instensitas kuat dan sering.

PERUBAHAN PAYUDARA PADA MASA LAKTASI
Setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron di dalam tubuh akan menurun drastis sehingga akan menghilangkan efek penekanan terhadap hipofisis. Penekanan yang menghilang akan memicu sintesis dan pelepasan hormon oleh hipofisis kembali, antara lainnya adalah prolaktin. Pada saat inilah, produksi ASI diinisiasi lebih kuat dibandingkan masa sebelumnya.  
Laktogenesis pada tahap ini memasuki tahap II yang diawali pada periode pascapartus dengan turunnya progesteron plasma, tetapi kadar prolaktin yang tetap tinggi. Proses inisiasi ini,  tidak bergantung pada pengisapan bayi sampai hari ketiga atau keempat. Di fase ini akan terjadi peningkatan aliran aran dan oksigen serta pengambilan glukosa dan peningkatan tajam pada konstentrasi sitrat yang bisa digunakan sebagai penanda untuk tahap II laktogenesis.
Tahapan ini dimulai sejak dua hingga tiga hari pascapartus, yang secara klinis ditandai dengan sekresi air susu melimpah; dan secara biokimia dengan dicapainya kadar puncak protein α-Lactalbumin.  Perubahan besar juga terjadi pada komposisi air susu  dan berlanjut selama 10 hari ketika “susu matang”. Tersedianya susu matang ini disebut sebagai galaktopoiesis, yang kini dirujuk sebagai tahap III dari laktogenesis.
Perubahan mendasar pada komposisi air susu telah dimulai pada periode transisi .  Volume susu mulai melimpah pada waktu awal laktogenesis terjadi karena adanya penurunan signifikan dari sodium, klorida dan protein dan peningkatan pada laktosa. Pada 46 hingga 96 jam setelah partus, produksi air susu melimpah diikuti dengan peningkatan sitrat, glukosa, fosfat bebas dan konsentrasi kalsium serta penurunan pH.
Laktasi merupakan suatu proses yang meliputi  produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI. Proses ini membutuhkan kesiapan  ibu secara psikologis dan fisik, bayi yang telah cukup sehat untuk menyusu, serta produksi ASI yang telah sesuai dengan kebutuhan bayi, yaitu bervolume 500-800 ml/hari. Ketika bayi menghisap puting susu ibu, rangsangan mekanis ini akan diteruskan oleh jaras sensoris ke medula spinalis dan kemudian diteruskan ke otak, ke hipotalamus dan hipofisis posterior, sehingga dilepaskanlah Oksitosin. Oksitosin yang beredar di dalam darah dan melimpah di kelenjar mama akan membuat ASI mengalir dari dalam alveoli melalui saluran susu menuju ke reservoir susu yang berlokasi di belakang aerola lalu ke dalam mulut bayi. Refleks inilah yang disebut sebagai Letdown reflex.

HORMON YANG MEMPENGARUHI MASA LAKTASI
Tubuh wanita memang unik. Selama perjalanan hidupnya, di dalam tubuh terjadi dinamika  naik turunnya hormon. Demikian pula yang terjadi pada pembentukan ASI.  Pada bulan ketiga, tubuh sudah mensintesis hormon-hormoan yang mempengaruhi produksi ASI. Hormon-hormon tersebut adalah:
1.      Progesteron
Hormon ini berperan dalam pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tetapi kadarnya yang tinggi pada saat kehamilan memberikan penekanan (umpan balik negatif) terhadap hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis. Selepas masa melahirkan dari seorang ibu, hormon ini akan turun drastis dan menghilangkan efek penekanan pada kelenjar hipofisis untuk mensintesis dan mensekresikan hormon yang diproduksinya. Pada waktu inilah terjadi perangsangan yang hebat dan stimulasi besar-besaran produksi ASI.
2.      Estrogen
Hormon ini berperan dalam menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Sebagaimana Progesteron, Estrogen juga mempunyai dinamika yang hampir sama selama kehamilan. Kadar Estrogen akan menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selamamenyusui. Estrogen mempunyai efek penekanan yang amat kuat, lebih kuat dibandingkan Progesteron terhadap kelenjar hipofisis. Karena itulah, sebaiknya ibu menyusui menghindari penggunaan KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
3.      Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan. Hormon ini disintesis dan disekresikan oleh hipofisis anterior. Hormon ini memiliki peran penting untuk memproduksi ASI, dan kadarnya meningkat selama kehamilan. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan akan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun. Penurunan ini akan mengaktifkan sekresi prolaktin. Peningkatan kadar prolaktin di dalam darah seorang yang sedang melakukan laktasi akan memberikan umpan balik negatif ke hipotalamus dan menekan sekresi Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) sehingga hipofisis juga tidak melepaskan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Kedua hormon ini sangat dibutuhkan untuk perkembangan folikel di ovarium. Karena kedua hormon ini ditekan sekresinya, maka folikel tidak bertambah besar dan tidak mengalami maturasi. Ovulasi dan menstruasipun akhirnya tidak terjadi.
Kadar Prolaktin paling tinggi pada malam hari.
4.      Oksitosin
Hormon ini berperan dalam merangsang kontraksi otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Pada proses laktasi, oksitosin akan disekresikan oleh hipofisis dan akan berefek dengan kontraksinya mioepitel di sekitar alveoli  untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu yang disebut sebagai let-down/milk ejection reflex.
5.      Human placental lactogen (HPL)
Hormon ini dilepaskan oleh plasenta sejak bulan kedua kehamilan. Hormon ini  berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.

REFLEKS LAKTASI
Pada proses laktasi akan terjadi dua refleks yang berperan dalam memperkuat kelancaran menyusui, yaitu refleks prolaktin dan reflek saluran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.  Refleks ini terjadi akibat hisapan bayi pada puting susu ibu dan diteruskan ke sistem saraf ibu dan mempengaruhi produksi ASI serta pengeluaran ASI dari payudara ibu. Reflesk itu adalah refleks prolaktin, refleks aliran (let down reflex).
1. REFLEKS PROLAKTIN  
Refleks prolaktin ini mempunyai busur refleks hisapan bayi – sistem saraf – hipotalamus – hipofisis anterior menyekresikan prolaktin – kelenjar payudara memproduksi ASI.
Ketika seorang bayi mengisap puting susu ibunya, rangsangan akan merangsang ujung-ujung saraf di daerah puting susu, yang akan diteruskan ke sumsum tulang belakang kemudian ke otak, yaitu daerah hipotalamus. Di hipotalamus, akan terjadi penurunan Prolactine Inhibitory Hormone (PIH); sebuah hormon yang menghambat pelepasa prolaktin oleh hipofisi anterior. Begitu hambatan ini menurun, maka prolaktin segera akan dilepaskan oleh hipofisis. Prolaktin yang bersirkulasi di dalam darah untukselanjutnya akan merangang kelenjar payudara untuk memproduksi ASI.
Jadi dengan demikian bisa disimpulkan bahwa semakin sering seorang bayi menyusu pada ibunya maka refleks ini akan semakin teraktivasi sehingga produksi Asi akan semakin meningkat pula.
Kadar prolaktin pada ibu pasca melahirkan akan terjadi fluktuasi dan sangat tinggi pada malam hari. Kadarnya pada ibu yang menyusui menjadi normal tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak. Pada masa penyapihan tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran ASI tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke2 –3.
Kadar hormon sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi ibu, misalnya stres, kondisi psikologis lainnya,  anastesi, operasi dan rangsangan puting susu.

2. REFLEKS ALIRAN  (LET DOWN REFLEx)
Refleks ini mempunyai busur hisapan pada puting susu – medula spinalis – hipotalamus – hipofisis posterior – pelepasan oksitosin – sel otot polos (myoepitel) di sekitar alveoli payudara – kontraksi myopetil – pengeluaran ASI.
Refleks ini terjadi bersamaan dengan refleks prolaktin yaitu ketika seorang bayi menghisap puting susu ibunya. Dengan jalur yag sampai pada hipotalamus, kemudian akan dilepaskan oksitosin yang disimpan oleh hipofisis posterior. Dengan peningkatan kadar oksitosin di dalam darah dan menuju ke sel target yaitu myoepitel  di sekitar alveoli payudara. Ketika hormon ini diikat oleh reseptor otot, maka otot akan berkontraksi sehingga akan memeras ASI yang terdapat di kantung-kantung alveoli menuju ke saluran ASI dan akan keluar ke puting susu. Ibu perlu mewaspadai bahwa tekanan karena kontraksi otot ini kadang-kadang begitu kuat sehingga air susu keluar dari puting menyembur, ini bisa membuat bayi tersedak
Di samping ke myopetil payudara, hormon ini juga mempunyai sel target yang lain yaitu otot polos uterus. Bila terdapat peningkatan oksitosin di dalam darah, maka otot rahim akan berkontraksi sehingga membantu uterus kembali ke ukuran sebelum melahirkan.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi refleks ini adalah kondisi psikologis ibu ketika melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi reflek  ini adalah stress ibu, pikiran, perasaan, dan sensasi ibu

REFLEKS FISIOLOGIS BAYI PADA MASA LAKTASI
Tuhan melengkapi beberapa refleks tidak hanya pada ibu tetapi juga pada bayi agar proses laktasi ini berjalan optimal. Pada bayi, Tuhan melengkapi dengan refleks menangkap (rooting reflex), refleks menghisap (sucking reflex), dan refleks menelan (swallowing reflex).

Refleks Menangkap (Rooting Reflex)
Refleks ini muncul saat bayi baru lahir. Ketika bayi tersentuh pipinya, maka bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi dirangsang dengan sentuhan puting susu, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha menangkap puting susu.

 RefleksMenghisap (Sucking Reflex)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka sebagian besar areola masuk kedalam mulut bayi. Dengan demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara gusi, lidah dan palatum sehingga ASI keluar.

Refleks Menelan (Swallowing Reflex)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI ASI
Beberapa faktor dapat membuat produksi ASI menurun atau meningkat tergantung pada stimulasi di kelenjar payudara, terutama pada minggu pertama laktasi.  Faktor-faktor yang berperan pada produksi ASI adalah:
1. Frekuensi Penyusuan
Pada penelitian yang dilakukan pada sebanyak 32 ibu yang melahirkanprematur, produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan ini dilakukan karena kemampuan menyusu bayi prematur belum baik. Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan pada ibu melahirkan  cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berkorelasi positif dengan kecukupan produksi ASI.
Berdasarkan hal di atas maka direkomendasikan kepada ibu, penyusuan dilakukan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2. Berat Lahir
Prentice (1984) mengobservasi korelasi berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan bayi untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia satu bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan yang besar dibanding bayi yang mendapat formula.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.



3. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi asupan ASI.  Pada  bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) kekuatan menghisap bayi sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan karena belum sempurnanya fungsi organ.
4. Stres dan Penyakit
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman.. Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI.
6.      Ibu yang merokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin di mana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin.
Pada ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
7.      Konsumsi Alkohol
Alkohol mempunyai efek yang mengiris di dua sisi. Pada satu sisi, alkohol dosis rendah dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun di sisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal.
8.      Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI. Untuk itu disarankan bila menggunakan pil sebagai alat kotrasepsi  sebaliknya yang  hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI. Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

ADAPTASI KELENJAR SUSU SETELAH PENYAPIHAN
Ketika penyapihan dilakukan oleh ibu terhadap bayinya, maka akan memicu kematian sel epitel payudara. Pada saat pengisapan bayi berhenti, komponen alveolar dari kelenjar akan menggulung sebagai akibat dari kematian sel dan renovasi jaringan. Proses ini akan membentuk ulang kelenjar seperti masa sebelum kehamilan.  

0 komentar:

Posting Komentar