Jumat, 03 April 2015

On 04.40 by Purwo Sri Rejeki   No comments


CHANNELOPATHY PADA EPILEPSI
Purwo Sri Rejeki1, Abdulloh Machin2
1Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
2Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Epilepsi adalah kondisi neurologis tersering yang mempengaruhi orang-orang dari semua ras, usia dan kelas sosial. Ada sekitar 50 juta orang dengan epilepsi di dunia, di antaranya hingga 75% hidup di negara  dengan akses pelayanan medis yang sedikit . Secara umum, incidence epilepsi di negara maju sekitar 50 per 100.000 (kisaran 40-70 per 100.000 / tahun) 3 sedangkan kejadian epilepsi di negara berkembang, lebih tinggi yaitu di kisaran 100-190 per 100.000 / tahun4. Frekuensi epilepsi terbanyak di populasi adalah epilepsi kriptogenik dan idiopatik yaitu sekitar 44,5% sampai 67%. Berdasarkan penelitian yang berbasis komunitas, proporsi penyebab epilepsi diidentifikasi sebagai berikut: penyakit serebrovaskular 11-21%, trauma 2-6%, tumor 4-7%, infeksi 0-3%, dan idiopatik 54-65%. Pengetahuan akan penyebab epilepsi amat dibutuhkan dalam penatalaksanaannya agar dicapai hasil yang optimal.
Epilepsi kriptogenik atau epilepsi simtomatik merupakan epilepsi yang disebabkan adanya kondisi otak yang mendasari atau kerusakan otak. Hal ini bisa ada sejak lahir atau didapat setelah kelahiran, misalnya jaringan parut di bagian otak, cedera kepala, stroke, cerebral palsy, beberapa sindrom genetik, pertumbuhan atau tumor otak, dan infeksi sebelumnya otak seperti meningitis, ensefalitis. Kondisi ini dapat mengganggu sel-sel otak di sekitarnya dan memicu kejang. Sedangkan epilepsi idiopatik, tidak ada penyebab kejang dapat ditemukan. Letupan aktivitas listrik abnormal di otak terjadi tanpa alasan yang diketahui. Pada kasus ini, faktor genetik dirasa memainkan peran.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa epilepsi terjadi karena adanya peningkatan potensial aksi dan firing yang terus-menerus sehingga terjadi eksitabilitas yang berlebihan. Potensial aksi dan firing terjadi karena adanya pergerakan ion-ion di sepanjang membran sel saraf. Peran kanal ion pada peristiwa ini amat krusial.

KANAL ION NEURON
Potensial istirahat neuron dan potensial aksinya bertanggung jawab untuk konduksi impuls yang dihasilkan oleh aliran ion dan kanal ion. Sebagian besar kanal ion bergerbang, artinya bahwa kanal ion ini dapat bertransisi antara konformasi yang bisa terbuka atau tertutup terhadap konduktansi ion (harison). Kanal ion mempunyai kekhasan dan bersifat individual dibedakan oleh spesifisitas ion yang melaluinya, kinetika ionnya dan oleh sensitivitasnya terhadap tegangan. Kesemuanya itu terkait dengan reseptor untuk neurotransmitter atau ligan lainnya seperti neurotrofin atau teraktivasinya oleh second messenger. Karakteristik kanal ion yang berbeda-beda mempunyai arti, yaitu bahwa eksitabilitas saraf dapat dimodulasi dengan sangat indah oleh tingkat seluler maupun subseluler. Penyimpangan kanal ion disebut sebagai kelainan kanal (channelopaty), dan berperan dalam pertambahan daftar penyakit neurologis pada manusia.
Potensial aksi secara normal dihasilkan oleh membukanya kanal natrium dan pergerakan masuk ion Natrium ke konsentrasi yang lebih rendah di intraseluler. Depolarisasi membran saraf akan membuka kanal kalium, dan akhirnya menghasilkan gerakan keluar ion kalium, repolarisasi, penutupan kanal natrium dan hiperpolarisasi(harison). Penyimpangan dari rangkaian proses ini misalnya peningkatan perangsangan sehingga menyebabkan influx natrium berkepanjangan dan penurunan hambatan akan mengakibatkan peningkatan hipereskitabilitas sel neuron. Hal inilah yang terjadi pada epilepsi.
Akhir-akhir ini telah ditemukan dan dipetakan beberapa lokus genetik yang diidentifikasi sebagai penyebab epilepsi, misalnya pada autosomal dominant epilepsy with Febrile Seizures plus (ADEFS+) atau pada generalized epilepsy with Febrile Seizure plus (GEFS+) (Hirose et al, 2003). Pada kedua kelainan tersebut terdapat mutasi pada gen pengkode beberapa subunit neuronal voltage-gated Na+ channel dan subunit  g2 reseptor   gamma amino-butyric acid (GABA)A.  Berikut di bawah ini akan kita kaji kelainan kedua kanal ion tersebut yang berperan dalam kelainan elektrofisiologi sistem saraf  pada epilepsi.

CHANNELOPATHY
Channelopathy merupakan penyakit yang disebabkan oleh terganggunya fungsi kanal ion akibat kelainan pada subunit kanal ion atau protein yang mengaturnya. Kelainan ini dapat herediter (yang dihasilkan dari mutasi atau mutasi pada gen encoding) atau acquired (disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap saluran ion). Adanya kelainan pada kanal ion ini akan menyebabkan kelainan pada influx dan efluks ion pada membran sel saraf sehingga menggangu elektrofisiologinya.
Channelopathy sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen kanal ion atau autoantibodi yang melawan protein kanal ion. Mutasi yang tampak berdampak pada perubahan fungsi gerbang normal kanal ini dan peningkatan eksitabilitas inheren membran saraf dalam regio di mana kanal abnormal ini terekspresi. Epilepsi yang merupakan sindroma yang disebabkan oleh bermacam kausa ditandai dengan potensial aksi neuron dengan firing yang sinkron dan berulang.



Tabel 1.Sindroma  Epilepsi yang berhubungan dengan mutasi gen penyandi berbagai saluran (Hirose et al.,2006)
 

Sampai pada tahun 2006, telah ditemukan 100 mutasi yang berbeda dari gen pengkode. Mutasi-mutasi tersebut bersifat heterozigot dan dikaitkan dengan sepuluh sindroma epilepsi yang berbeda pada tabel 1. Disfungsi saluran amat berkaitan erat dengan epilepsi. Hipotesis channelopathy mengakomodasi dengan baik teori ketidakseimbangan yang mendasari penyebab epilepsi pada epileptologi. Sesuai dengan terori ketidakseimbangan, “gain of function” kanal dalam transmisi eksitatorik akan menyebabkan hipereksitasi sel saraf, sedangkan “loss of function” dalam transmisi inhibitorik mengganggu sistem inhibitorik saraf. Resultante keduanya akan menyebabkan epilepsi.

1.    Na Channelopathy
Kanal Natrium bergerbang tegangan  merupakan pembangkit potensial aksi pada saraf yang utama. Kanal ini terdiri dari tiga subunit yaitu: sebuah subunit α dan dua subunit tambahan b, yaitu b1 dan b2. Subunit α merupakan sebuah molekul besar yang membentuk pori di mana dengan ekpresi tunggalnya sudah cukup berfungsi sebagai kanal Natrium. Terdapat sepuluh subtype subunit yang terekspresi di beberapa jaringan. Subunit α1 dan α2 merupakan subunit utama yang terekspresi pada otak manusia. Subunit α terdiri dari empat domain yang diulang, di mana masing-masing mempunyai enam segmen transmembran.  Segmen transmembran keempat pada setiap domain berperan sebagai sensor tegangan. Pori-pori ion dibentuk antara segmen kelima dan segmen keenam. Sedangkan kedua subunit b1 dan b2 menyokong domain transmembran dan sebuah domain immunoglobulin yang besar pada ujung N. Kesemuanya memodulasi fungsi kanal dengan menyediakan kinetika inaktivasi ke saluran Natrium. Subunit b1 mengikat subunit α melalui ikatan nonkovalen. Subunit b2 mengikat subunit α melalui ikatan kovalen disulfida.

Gambar 1. Kelainan genetik yang diidentifikasi pada subunit α1, α2 dan b1 pada kanal Na bergerbang tegangan di saraf. ∆: kelainan pada subunit b1 ● kelainan pada subunit α1 SCN1A
◊ kelainan pada subunit α2 SCN2A  □kelainan pada gen subunitα1 SCN1A (Hirose et al., 2006)

Pada tabel 2 di bawah ini akan kita lihat beberapa mutasi yang telah ditemukan pada protein pembentuk kanal natrium di membran sel. Perub





Mutasi
Lokus
Dijumpai di
Gangguan
Akibat
SCN1B
c.363C.G; C121W  
Tasmania dengan ADEFS+
ikatan disulfida terganggu sehingga  kemampuan subunit b1 untuk memodulasi kinetika channelgating
Hilangnya fungsi subunit b1 sehingga Natrium masuk persisten ke dalam saraf, dan terjadilah hipereksitabilitas
SCN1A
c.2591C.T: T864M
c.4910G.A: R1637H
T864M


R1637H
ADEFS+




Segmen sensor tegangan domain II

Segmen sensor tegangan domain II




peningkatan inaktivasi dan defek pada aktivasi kanal
defek pada inaktivasi cepat kanal sehingga menguatkan “gain of function” kanal Na.
SCN2A
c.562C.T; R188W
frequent FS yang diikuti
epilepsi
Terdapat Arg188 di loop intraseluler antara segmen ke-2 dan ke-3 Domain I yang berperan pada inaktivasi
Menguatkan influx Na sehingga memicu hipereksitabilitas


2.    Kelainan pada reseptorAsetilkolin
Kelainan pada genetik pada pengkode subunit α4 dan β2 pada reseptor asetilkolin nikotinik CHRNA4 atau CHRNB2. Mutasi pada CHRNA4 menyebabkan hipofungsi reseptor sedangkan mutasi pada CHRNB2 menyebabkan hiperfungsi reseptor [43,44], meskipun secara fenotip dua kelainan tersebut tidak tampak berbeda. Hipofungsi reseptor yang disebabkan oleh mutasi CHRN4 akan berakibat pada disfungsi sekunder sistem inhibisi saraf GABAergik. Hal ini akhirnya membuat baik hipo maupun hiperfungsi kanal natrium akan menyebabkan epilepsi.



3.    Kelainan pada reseptor GABA
Reseptor GABAA merupakan kanal Cl2 bergerbang ligand dan berfungsi sebagai sistem inhibitori utama di otak [49]. Reseptor GABA utama di sistem saraf pusat dibangun oleh subunit α1, β2 dan γ2. Reseptor GABAA terutama terletak pada membran postsinaps dan berfungsi sebagai pengontrol eksitabilitas saraf. Reseptor ini  berstruktur heteropentamer yang terdiri dari beberapa subunit, antara lain α, β, γ, p, q dan r.  Reseptor GABAA juga merupakan target dari beberapa obat inhibitorik, misalnya benzodiazepin dan barbiturat. Benzodiazepin mengikat subunit reseptor GABAA pada ujung N yang terentang sebanyak empat kali di membran plasma.
Mutasi pada gen yang mengkode subunit γ2 di reseptor GABAA, GABRG2 merupakan penyebab ADEFS+ maupun FS- yang tanpa diikuti epilepsi.  Beberapa mutasi pada tempat lain juga terjadi pada reseptor inhibitorik GABA ini dan menginisiasi kelainan pada kinetika ion.

Gambar 2. Kelainan pada reseptor GABA yang disebabkan oleh mutasi genetik.
                                           Mutasi gen subunit γ2, GABRG2 pada ADEFS+
                                       Mutasi gen subunit γ2, GABRG2 pada severe myoclonic epilepsy


IMPLIKASI FISIOKINETIK
Sebagaimana diketahui secara mendasar bahwa terjadinya potensial aksi merupakan peristiwa elektrik yang sangat diperankan oleh dinamika ion-ion yang melintasi masuk dan keluar dari membran saraf. Perubahan pada dinamika ion ini tentu akan mempengaruhi eksitabilitas sel saraf. Fungsi kanal Natrium adalah sebagai pembangkit utama potensial aksi. Apabila terjadi kelainan pada kanal ini, sebagaimana kita bahas sebelumnya, akan terjadi perpanjangan fase aktivasi tanpa diikuti penyesuaian fase inaktivasi atau pemulihan. Hal ini menyebabkan hipereksitabilitas saraf.
Di sisi lain mutasi pada gen penyandi reseptor GABA ada yang menganggu influx ion korida (Cl-) dan menginisiasi disfungsi resepetor. Sebaliknya ada pula mutasi gen yang tidak memgubah respons terhadap GABA tetapi mengganggu potensiasi dengan benzodiazepine. Apabila kelainan terjadi pada reseptor ini maka fungsi kontrol inhibisi akan menurun sehingga terjadi pula hipereksitabilitas saraf.


DAFTAR PUSTAKA
Hirose S, 2006.  A new paradigm of channelopathy in epilepsy syndromes: Intracellular trafficking abnormality of channel molecules, Epilepsy Research 70S: S206–S217

Hirose S, Mohney RP, Okadac M, Kanekoc S, Mitsudome A, 2005. The genetics of febrile seizures and related epilepsy syndromes, Brain & Development 25: 304–312

0 komentar:

Posting Komentar