Jumat, 03 April 2015

On 04.23 by Purwo Sri Rejeki   No comments


Tawuran selalu ada pada tiap masa. Mulai dari zaman generasi terdahulu sampai kapanpun, akan selalu ada. Yang berbeda adalah alasan yang memicu, modus yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai dan macam dampak yang ditimbulkan. Yang selalu sama adalah melibatkan banyak orang dan identik dengan kekerasan fisik.  
Bila dilihat dari kelompok usia, tidak menutup kemungkinan tawuran ini dilakukan oleh segala usia yang telah mencapai kecerdasan motorik tertentu. Semua level pendidikan dan status sosial mempunyai kans untuk melakukannya. Tentu kita masih ingat, bagaimana wakil-wakil rakyat juga menggunakan kekuatan fisik pada sebuah rapat Dewan ketika sebuah permasalahan tidak bisa terpecahkan. Meski demikian, pada anak muda dengan rentang usia 15-18 tahun, tawuran lebih sering terjadi. Pada rentang usia ini, pelaku masih dengan status pendidikan yang masih menengah. Tentu menjadi sesuatu yang menarik, mengapa pada kelompok usia dan status pendidikan ini lebih rentan melakukan tawuran dibandingkan kelompok usia lainnya.
Bila kita mencoba menilik dari psikologis, tawuran yang dilakukan oleh anak muda merupakan upaya untuk menyelesaikan masalah, membuktikan keberanian secara berkelompok, atau sebagai wujud toleransi dan solidaritas kepada teman atau kelompok. Padahal bila kita tilik kembali, penyelesaian masalah dengan tawuran akan menimbulkan masalah baru yang dampaknya jauh lebih besar dan lebih merugikan. Pembuktian keberanian dengan cara ini sebenarnya juga tidak selamanya benar bahkan justru menampakkan ke”pengecutan” individual. Solidaritas kepada teman atau kelompok juga menjadi persepsi yang salah pada kaum muda bila diwujudkan dengan tawuran.
Anak muda berada pada masa perubahan baik pada struktur anatomi, fisiologi maupun psikologis, di mana ketiganya saling terkait dan berpengaruh satu sama lain. Pada perkembangan menuju kedewasaan pola pikir, pada usia muda merupakan fase transisi dari pola pikir anak-anak ke arah pola pikir dewasa.  Di masa ini akan membuat anak muda menjadi lebih susah untuk diatur karena perubahan pola berpikir yang simpel menuju ke arah pola pikir yang lebih kompleks. Dari sebuah masa yang sedikit mengenal tanggung jawab pada masa anak-anak ke arah tindakan yang berlapis konsekuensi. Perubahan-perubahan ini bila terjadi secara amburadul, tidak tertata dan sistematis, akan menimbulkan perilaku-perilaku yang mengarah negatif, tawuran salah satunya.
Di usia muda atau remaja, struktur anatomi mengalami perubahan yang diikuti maturasi fisiologi tiap organ. Pada perkembangan pola pikir, otak merupakan organ yang paling berperan menentukan. Pada masa anak, sel otak yang telah ada semenjak janin mengalami perkembangan koneksi yang disebut sebagai sinaps antar sel otak. Pada usia remaja, pertumbuhan sinaps otak ini berjalan sangat cepat sehingga rangsangan pada satu sel otak akan cepat terjalin. Selain itu, di otak kita terdapat pusat reward yang merupakan pusat senang dan pusat punishment yang merupakan pusat tidak nyaman. Secara anatomi, pusat reward kita mempunyai area tujuh kali lebih luas daripada area punishment. Sehingga sangat wajar bila pada masa remaja akan lebih menyukai penyelesaian masalah yang dirasa enak dan nyaman. Di sisi lain, area kontrol emosi dan kecerdasan berpikir belum cukup matur sehingga belum optimal untuk mengimbangi koneksi sinaps antar sel otak dan meredam keinginan untuk merangsang area reward lebih banyak. Pada usia muda, dengan kata lain bisa disimpulkan terjadi keribetan informasi sehingga butuh waktu lebih lama untuk mengambil keputusan secara benar.
Selain itu, kebutuhan untuk diakui menjadi lebih besar pada rentang usia ini. Mereka akan melakukan kegiatan-kegiatan yang akan menarik perhatian. Pemikiran-pemikiran yang bersifat ideal juga mulai tumbuh, sehingga mereka juga mulai menampakkan kecenderungan untuk menolak sesuatu hal yang tidak selaras dengan yang diinginkan. Pada masa ini, mereka menginginkan orang lain harus berpikir seperti layaknya mereka berpikir. Bahkan terkadang mereka beranggapan bahwa orang-orang yang ada di sekitarnya mempunyai persepsi yang sama seperti persepsi mereka. Dari sini akan timbul kecenderungan untuk memaksakan kehendak kepada orang lain, sehingga orang lain dibuat sama dengan dirinya.
Tawuran merupakan refleksi pengambilan keputusan yang masih belum seimbang antara kecepatan informasi yang masuk dengan belum matangnya area kontrol. Untuk itu perlu dicarikan terobosan upaya untuk membantu optimalisasi kesimbangan pertumbuhan sinaps dan maturasi area kontrol di otak. Menulis merupakan upaya aktif dan kreatif dalam menstimulasi daerah-daerah di otak yang memegang kendali pada proses berpikir intelektual, kecerdasan motorik halus, menyeimbangkan afektif dan emosional.
Sebagaimana diketahui, untuk menghasilkan sebuah tulisan, penulis harus menuangkan isi pikirannya yang bisa ia dapatkan dari hasil renungan internal dirinya, pengalaman, membaca atau dari sumber-sumber yang lain. Pada saat menuangkan idenya ke dalam bentuk tulisan, banyak area otak akan dirangsang. Area visual dari korteks otak merupakan area yang menghubungkan ke area bahasa dan area pengenalan bahasa. Area pendengaran juga terangsang untuk menguraikan kalimat berdasarkan fonologikal. Area Broca yang menghubungkan antara kata-kata dalam bahasa tulis dengan kata-kata dalam suara.Area motorik yang bertanggung jawab dalam menggerakkan otot-otot untuk menulis. Tidak lupa juga daerah yang berperan dalam pengendalian emosi dan retensi memori yaitu sistem limbik, daerah amygdale, hipotalamus dan hipokampus.
Dengan menulis, konduksi impuls yang terjadi di otak ditata secara sistematis dan runut. Apalagi bila kegiatan menulis ini disertai dengan kesadaran penuh untuk merangsang dua belahan otak, kanan dan kiri. Otak kiri yang berperan pada pemikiran logis, realistis dan praktis. Sedangkan otak kanan lebih berperan pada sisi humanis, kreativitas dan seni. Perangsangan pada kedua sisi akan dihasilkan tulisan yang lebih seimbang, lengkap dan menyeluruh. Oleh karena itu, dengan menulis kita membantu otak mengoptimalisasi perkembangan pusat kontrol, mengatur aliran konduksi impuls dan informasi yang datang secara runut dan sistematis sehingga didapatkan aliran pemikiran yang benar dan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat.
Pada anak muda, karakteristik “ribet informasi di otak” yang ada pada mereka merupakan fase yang tiap orang harus alami sebelum mencapai fase pola pikir yang matur. Namun, fase ini perlu diregulasi agar tidak meletup dan mencetuskan ide destruktif yang bermanifestasi pada tindakan yang destruktif pula. Karakter yang ada pada anak muda juga harus diyakini sebagai potensi yang bisa diolah menjadi sumber inspirasi dalam menulis. Upaya kreatif dan aktif berupa menulis ini, bisa digunakan sebagai salah satu metode untuk meregulasi dan mengoptimalisasi area kontrol otak.
Dengan menulis, anak muda akan membiasakan dirinya untuk mengatur informasi yang masuk, memanajemen sirkuit impuls di otaknya, mengkoordinasi dan mengambil keputusan dengan benar dan tersistematis. Pengulangan habitualis ini secara berkesinambungan, akan membentuk dan menyederhanakan pola pikir anak muda ke level esensi akar permasalahan, sehingga mereka akan mudah memilah dan memilih keputusan tindakan yang diambil, mekanisme untuk pembelaan ego yang lebih matur, ekspresi pencarian jati diri yang lebih tertata dan pembentukan karakter muda yang siap menjalani masa transisi dengan letupan yang tidak eksplosif. Dengan demikian, mereka akan lebih siap menghadapi perubahan di masa yang akan mendatang. Menulislah anak muda, berekspresilah...!

0 komentar:

Posting Komentar